Genetik Diabetes Tipe 2
Denny Kusuma
Denny Kusuma
| 20-06-2025
Science Team · Science Team
Genetik Diabetes Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 selama ini identik dengan pola hidup yang kurang sehat, kurang gerak, pola makan tak teratur, dan berat badan berlebih. Meskipun pola makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan harian tetap menjadi faktor utama, bukti ilmiah terbaru menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peran yang jauh lebih besar dari dugaan sebelumnya.
Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa varian genetik bawaan dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap insulin, fungsi sel β pankreas, serta proses transportasi glukosa. Dengan kata lain, seseorang bisa saja sudah membawa risiko diabetes bahkan bertahun-tahun sebelum gejala pertama muncul.
Sebuah publikasi bergengsi di Nature Genetics tahun 2024 mengungkap lebih dari 500 lokasi genetik (loci) yang berkaitan erat dengan kadar gula darah dan risiko terkena diabetes tipe 2. Temuan ini menunjukkan betapa kompleks dan bertingkatnya pengaruh gen terhadap kondisi ini.
Pengaruh Banyak Gen: Bukan Hanya Mutasi Tunggal
Berbeda dengan diabetes monogenik yang dipicu oleh mutasi tunggal, diabetes tipe 2 biasanya disebabkan oleh kombinasi dari banyak varian gen berisiko rendah yang tersebar di berbagai kromosom. Meskipun masing-masing varian ini hanya memberikan efek kecil, kumpulan varian tersebut bisa sangat memengaruhi kestabilan gula darah tubuh.
Salah satu gen yang paling banyak diteliti adalah TCF7L2, yang terbukti memiliki hubungan kuat dengan diabetes tipe 2 di berbagai kelompok etnis. Namun, gen ini tidak bekerja sendiri, interaksinya dengan faktor lingkungan seperti pola makan dan tingkat stres sangat menentukan apakah potensi genetik tersebut akan menjadi kenyataan. Menurut Profesor Mark McCarthy dari University of Oxford, varian TCF7L2 bekerja tidak sendiri, melainkan bereaksi terhadap tekanan lingkungan untuk memunculkan gejala klinis.
Perbedaan Genetik Antar Etnis: Tidak Semua Risiko Sama
Genetik diabetes tidak bersifat seragam di seluruh dunia. Orang yang berasal dari Asia Selatan, Asia Timur, dan Afrika cenderung memiliki varian genetik diabetogenik tertentu lebih banyak dibandingkan populasi keturunan Eropa. Sebagai contoh, gen KCNQ1 yang umum pada populasi Asia Timur terbukti dapat mengganggu pelepasan insulin. Di sisi lain, varian pada gen SLC30A8 dan HHEX lebih sering ditemukan pada masyarakat Barat. Fakta ini menegaskan pentingnya penggunaan alat skrining genetik yang disesuaikan dengan latar belakang etnis seseorang.
Jejak Epigenetik Sejak Kandungan: Risiko Diabetes Dimulai dari Dalam Rahim
Penelitian terbaru juga mengungkap bahwa faktor epigenetik, yaitu perubahan ekspresi gen tanpa mengubah susunan DNA, dapat menjadi penghubung antara faktor genetik dan lingkungan. Paparan yang terjadi pada masa awal kehidupan, termasuk selama kehamilan, ternyata dapat “memprogram” metabolisme seseorang di masa depan.
Studi dari Cell Metabolism tahun 2024 menunjukkan bahwa bayi yang ibunya mengalami kelebihan gula darah saat hamil memiliki pola metilasi DNA yang berbeda pada gen IGF2. Perubahan ini bisa meningkatkan risiko anak tersebut terkena diabetes ketika dewasa. Ini membuktikan bahwa risiko penyakit ini bisa terbentuk jauh sebelum seseorang lahir.
Varian Langka, Risiko Tinggi: Ketika Gen Langka Memberi Dampak Besar
Meski sebagian besar varian gen umum hanya meningkatkan risiko secara moderat, beberapa varian langka memiliki dampak besar terhadap kemungkinan munculnya diabetes tipe 2. Contohnya, mutasi pada gen PPARG dapat menyebabkan resistensi insulin berat dan diabetes pada usia muda, meskipun kasusnya jarang ditemukan. Varian langka lain pada gen seperti GLIS3, GCK, dan PAX4 sering ditemukan dalam kelompok keluarga, terutama yang memiliki hubungan kekerabatan dekat. Gen-gen ini terlibat dalam pengaturan ekspresi gen penting untuk kesehatan sel β pankreas, yang bertanggung jawab dalam produksi insulin.
Skor Risiko Genetik: Menuju Deteksi Dini dan Pencegahan Lebih Tepat
Kini para ilmuwan telah mengembangkan apa yang disebut dengan polygenic risk score (PRS), skor yang dihitung berdasarkan kombinasi banyak varian genetik dalam tubuh. Skor ini bertujuan untuk memprediksi seberapa besar kemungkinan seseorang akan terkena diabetes tipe 2 di masa depan.
Jika digabungkan dengan data seperti indeks massa tubuh, riwayat keluarga, dan usia, skor ini bisa menjadi alat pencegahan yang sangat berguna. Walaupun masih dalam tahap pengembangan, pendekatan ini menjanjikan langkah awal menuju pencegahan berbasis genetik yang lebih akurat.
Genetik Diabetes Tipe 2
Dampak Klinis: Era Pengobatan yang Disesuaikan Genetik Telah Dimulai
Pemahaman tentang profil genetik seseorang berpotensi mengubah pendekatan pengobatan diabetes. Misalnya, individu dengan varian TCF7L2 biasanya menunjukkan respons yang kurang baik terhadap obat golongan sulfonilurea, namun memberikan hasil lebih baik ketika menggunakan terapi berbasis incretin. Hal ini menandakan awal dari era precision endocrinology, di mana pengobatan tidak lagi berdasarkan gejala semata, namun juga mempertimbangkan cetak biru genetik setiap individu.
Walaupun saat ini belum ada pedoman resmi yang mewajibkan pemeriksaan genetik untuk semua pasien diabetes, sejumlah uji klinis seperti GlucoMAP (2024) sedang mengevaluasi potensi penggunaan data genomik dalam pemilihan terapi dan prediksi efek samping obat.
Diabetes tipe 2 adalah hasil interaksi rumit antara warisan genetik dan gaya hidup. Terobosan dalam bidang genomik kini mengubah cara kita memahami penyakit ini, dari sekadar pola umum menjadi potret risiko yang sangat individual. Dengan kemajuan teknologi, masa depan pengobatan diabetes bergerak menuju pendekatan personal, di mana pencegahan dan terapi disesuaikan dengan karakteristik genetik unik setiap orang. Sebuah langkah besar menuju kesehatan yang lebih presisi dan harapan hidup yang lebih baik.