Bahaya Kepunahan Bahasa
Ditha Anggraeni
| 21-03-2025

· Entertainment Team
Bahasa lebih dari sekadar alat komunikasi, bahasa adalah arsip hidup budaya, sejarah, dan identitas. Namun, di seluruh dunia, bahasa-bahasa tersebut menghilang dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan.
Menurut UNESCO, hampir setengah dari sekitar 7.000 bahasa di dunia terancam punah, dengan beberapa di antaranya menghilang dalam satu generasi saja. Dalam era globalisasi yang pesat dan dominasi digital, pemahaman dan upaya untuk melestarikan keanekaragaman bahasa dunia menjadi semakin mendesak.
Penilaian Kepunahan Bahasa
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah mengembangkan metode untuk menilai bahasa yang terancam punah, mirip dengan cara penilaian terhadap spesies. Bahasa-bahasa ini dikelompokkan dalam enam tingkat kesejahteraan atau penderitaan. Tingkat-tingkat ini mulai dari bahasa yang aman hingga yang rentan. Masalah mulai muncul pada tingkat ketiga, di mana bahasa terancam punah secara signifikan, yang semakin parah pada tingkat keempat dan kelima: bahasa yang sangat terancam punah dan berada dalam situasi kritis (hanya digunakan oleh beberapa anggota komunitas yang sudah lanjut usia). Tahap terakhir tentu saja adalah kepunahan. Setiap tahun, dunia kehilangan beberapa dari 7.000 bahasa yang ada. Hanya sekitar tiga puluh bahasa yang digunakan oleh sebagian besar populasi dunia. Oleh karena itu, PBB dan UNESCO mengumumkan tahun 2022 hingga 2032 sebagai "Dekade Internasional Bahasa-Bahasa Pribumi" untuk menarik perhatian pada kehilangan bahasa dan dialek yang telah lama ada namun sangat rapuh. Hal ini juga berdampak pada tujuan pembangunan berkelanjutan: ketika orang tua berhenti berbicara menggunakan bahasa dan dialek mereka kepada anak-anak mereka, komunitas kehilangan kata-kata dan ingatan, sehingga tidak dapat memahami dokumen sejarah mereka sendiri dan gagal melindungi tanah serta masa depan mereka.
Percepatan Kepunahan dalam Lima Tahun Terakhir
Sepuluh tahun yang lalu, satu bahasa punah setiap tiga bulan, sebuah tingkat yang signifikan. Namun, sejak tahun 2019, kecepatan kepunahan ini meningkat drastis, dengan satu bahasa menghilang dari planet ini setiap 40 hari, yang berarti sekitar sembilan bahasa punah setiap tahunnya. Dalam konteks ini, istilah "bahasa," "idiom," dan "dialek" sering digunakan secara bergantian untuk menggambarkan fenomena umum ini tanpa tujuan ilmiah dalam bidang sosiolinguistik. Menurut ramalan UNESCO, setengah dari bahasa-bahasa dunia akan punah pada akhir abad ini. Namun, para ahli di bidang ini menganggap proyeksi tersebut masih terlalu optimistis.
Dinamika Kepunahan
Dinamis kepunahan bahasa sangat bervariasi. Beberapa bahasa, seperti yang dicatat oleh The Guardian, punah dengan hilangnya penutur terakhir mereka. Namun, ribuan bahasa lainnya terancam karena memerlukan komunitas referensi yang lebih luas. Seringkali, bahasa-bahasa ini terjebak dalam siklus yang merugikan, bahkan di negara-negara dengan bahasa resmi yang berasal dari negara penjajah dan tidak dimasukkan dalam penggunaan institusional: tidak diajarkan di sekolah, tidak digunakan secara resmi di tempat kerja, atau tidak ada dalam perencanaan kota.
Kasus Perlindungan Bahasa Global
Salah satu contoh yang dapat diambil adalah Tochi Precious, seorang aktivis Nigeria dari Abuja, yang tergabung dalam organisasi Wikitoungues dan sangat peduli dengan nasib bahasa Igbo, bahasa dari Afrika Barat yang terancam punah tahun ini. Kasus lain yang dilaporkan oleh media Inggris adalah Amrit Sufi, seorang wanita yang berbicara dalam bahasa Angika, bahasa dari negara bagian Bihar yang digunakan oleh 7 juta orang namun tidak diajarkan di sekolah-sekolah dan jarang digunakan dalam dokumen tertulis. Sufi merekam video untuk melestarikan warisan lisan bahasa tersebut, yang dianggap lebih rendah dibandingkan dengan bahasa Hindi yang dominan, sebagai upaya untuk memberikan masa depan bagi bahasa tersebut. "Mendokumentasikan lagu rakyat adalah cara saya memahami budaya saya dan berkontribusi," ujarnya. "Dengan mendokumentasikan dan membuatnya dapat diakses oleh banyak orang, bukan hanya disimpan di perpustakaan. Tradisi lisan mulai menghilang karena generasi muda lebih cenderung mengonsumsi musik yang diproduksi oleh industri ketimbang berkumpul dan bernyanyi bersama."
Peran Wikitoungues
Wikitoungues mendukung para aktivis dalam pekerjaan lapangan yang penuh tantangan ini dengan menggabungkan antropologi, linguistik, dan alat digital. Didirikan pada tahun 2014 di New York oleh Frederico Andrade, Daniel Bogre Udell, dan Lindie Botes, organisasi nirlaba ini bertujuan untuk mendokumentasikan semua bahasa di dunia sebelum punah. Terutama melalui rekaman video, Wikitoungues mempromosikan pengajaran bahasa-bahasa yang terancam punah, terutama melalui platform bernama Poly. Selain mencegah kepunahan, Wikitoungues memberikan hibah, pelatihan, dan sumber daya bagi aktivis yang berjuang untuk melestarikan bahasa-bahasa tersebut. Organisasi ini sudah mendokumentasikan sekitar 10% dari bahasa-bahasa di dunia, dan berfungsi sebagai repositori linguistik dengan video, kamus, dan arsip bahasa lainnya dalam lebih dari 700 bahasa.
Masa Depan Bahasa dan Kecerdasan Buatan (AI)
Meskipun banyak aktivis telah menulis buku tentang bahasa mereka dan mendirikan stasiun radio lokal, kecerdasan buatan (AI) dalam skala yang lebih luas dapat membantu dalam memproses teks-teks dalam bahasa tertentu, serta mengembangkan chatbot khusus untuk membantu generasi muda mempraktikkan dan mempelajari bahasa nenek moyang mereka. Namun, beberapa ahli memiliki keberatan tentang penyediaan materi untuk alat-alat semacam ini. UNESCO telah menerbitkan Atlas Bahasa Terancam Punah secara online selama beberapa tahun, yang menunjukkan bahwa keragaman bahasa terancam secara serius di seluruh dunia, dengan sekitar 40% populasi tidak mendapatkan pendidikan dalam bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.
Bahasa-Bahasa Terancam Punah di Italia
Italia juga memiliki berbagai situasi linguistik, dengan hukum yang seringkali, meskipun tidak selalu, melindungi bahasa-bahasa yang beragam ini, seperti yang digarisbawahi oleh UNESCO. Keanekaragaman linguistik ini termasuk bahasa Occitan yang digunakan oleh 20 hingga 40 ribu orang di lembah-lembah Alpen barat Piedmont, bahasa Ladino yang digunakan oleh 30 ribu orang yang terancam punah di beberapa daerah, serta bahasa Sardinia yang digunakan oleh sekitar satu juta orang di seluruh Sardinia. Italia juga menghadapi skenario yang lebih rumit, seperti Tabarchino yang digunakan oleh sekitar 10 ribu orang di dua kota di Sardinia selatan. Seiring dengan berlanjutnya kepunahan bahasa, upaya untuk melestarikan dan mendokumentasikannya menjadi semakin penting.
Jangan Biarkan Bahasa Kita Menghilang! Pelajari Cara Melestarikan Bahasa Anda Sekarang!